Pengangguran adalah
istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja,
bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang
berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan
karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan
jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali
menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran,
produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat
menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tabel 2.2.1 Data pengangguran di
Indonesia periode 1995 – 2010
No
|
Tahun
|
Tingkat Pengangguran
|
1
|
1995
|
7.2 %
|
2
|
1996
|
4.9 %
|
3
|
1997
|
4.7 %
|
4
|
1998
|
5.5 %
|
5
|
1999
|
6.4 %
|
6
|
2000
|
6.1 %
|
7
|
2001
|
8.0 %
|
8
|
2002
|
9.1 %
|
9
|
2003
|
9.6 %
|
10
|
2004
|
9.9 %
|
11
|
2005
|
10.3 %
|
12
|
2006
|
10.3 %
|
13
|
2007
|
9.1 %
|
14
|
2008
|
8.39 %
|
15
|
2009
|
8.14 %
|
16
|
2010
|
7.14 %
|
Sumber : Badnan Pusat Statistik,
Indonesia
Kurva
Philips
Pada saat terjadinya depresi ekonomi Amerika Serikat tahun
1929, terjadi inflasi yang tinggi dan diikuti dengan pengangguran yang tinggi
pula. Didasarkan pada fakta itulah A.W. Phillips mengamati hubungan antara
tingkat inflasi dan tingkat pengangguran secara berkelanjutan. Dari hasil
pengamatannya, ternyata ada hubungan yang erat antara inflasi dengan tingkat
pengangguran, dalam arti jika inflasi tinggi, maka pengangguran akan rendah.
Hasil pengamatan Phillips ini dikenal dengan kurva Phillip.
Gambar 2.3.1 Kurva Phllips
Kurva Phillips adalah kurva yang menunjukkan adanya korelasi
antara tingkat pengangguran dan tingkat inflasi. Menrut A.W Phillips, korelasi
antara tingkat inflasi dan pengangguran adalah negative. Suatu negara
dihadapkan pada suatu pilihan ( Trade Off atau imbang korban atau harga yang
harus dibayar ) yaitu bila negara tersebut menghendaki inflasi yang rendah maka
konsekuensinya yang didapat yakni tingkat pengangguran yang semakin meningkat,
dan bila negara tersebut menghendaki pengangguran yang rendah sebagai
konsekuensinya inflasi yang dihadapi haruslah tinggi. Dan menurut Phillips,
tidak bisa suatu negara mengehendaki keadaan dimana inflasi rendah dan tingkat
pengangguran yang juga rendah.
A.W Philips mampu mengintepretasikan kurva Phillips sebagai
representasi dari keterkaitan antara inflasi dan pengangguran dalam
penelitiannya di sebuah negara. Perilaku yang ditampakkan dari dua komponen ini
di asumsikan oleh Phillips bahwa suatu inflasi ada ataupun meningkat karena
adanya peningkatan Agregat Demand .
Namun, hal yang tercermin dalam kurva Phillips ini tidak cukup mampu menggambarkan
perilaku maupun pola dari keterikatan antara inflasi dan pengangguran di negara
– negara berkembang pada umumnya dan di indonesia pada khususnya. Hal ini
nampak pada pola yang tidak dapat terbaca.
Gambar 2.4.1 Hubungan anatarinflasi
dan pengangguran di Indonesia.
Pengaruh
Inflasi terhadap Pengangguran di Indonesia periode 1995-2010
A.W. Phillips menggambarkan bagaimana sebaran hubungan antara
inflasi dengan tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi
merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya
permintaan agre-gat, maka sesuai dengan teori permintaan, jika permintaan naik
maka harga akan naik. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi
permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah
tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan
output). Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja maka dengan naiknya
harga-harga (inflasi) maka, pengangguran berkurang.
Menggunakan pendekatan A.W.Phillips dengan menghubungkan
antara pengangguran dengan tingkat inflasi untuk kasus Indonesia kurang tepat.
Hal ini didasarkan pada hasil analisis tingkat pengangguran dan inflasi di
Indonesia dari tahun 1995 hingga 2010, ternyata secara statistik maupun grafis
tidak ada pengaruh yang signifikan antara inflasi dengan tingkat pengangguran
(lihat hasil analisis statistik di bawah ini).
Berbeda dengan di Indonesia, adanya kenaikan harga-harga atau
inflasi pada umumnya disebabkan karena adanya kenaikan biaya produksi misalnya
naiknya Bahan Bakar Minyak (BBM), bukan karena kenaikan permintaan. Dengan
alasan inilah, maka tidaklah tepat bila perubahan tingkat pengangguran di
Indonesia dihubungkan dengan inflasi. Karena itu, perubahan tingkat
pengangguran lebih tepat bila dikaitkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi.
Sebab, pertumbuhan ekonomi merupakan akibat dari adanya pe-ningkatan kapasitas
produksi yang merupakan turunan dari peningkatan investasi.
Kesimpulan
Menurut pembahasan dalam karya ilmiah diatas, setelah penulis
membandingkan mengenai pola hubungan antara inflasi dan pengangguran di
Indonesia dengan teori Phillips yang dikemukakan oleh A.W Phillips , hasilnya
tidak dapat dikaitkan ataupun dihubungkan dengan teori tersebut. Artinya, teori
Phillips tidak berlaku di negara-negara berkembang terutama untuk Indonesia.
Hal ini disebabkan karena Phillips menggunakan asumsi untuk teorinya bahwa
inflasi sangat dipengaruhi oleh agregat demand atau permintaan agregat, padahal
di negara – negara berkembang, utamanya Indonesia inflasi lebih dipengaruhi
oleh niaya produksi. Jika menurut Phillips saat teradi inflasi, perusahaan akan
berupaya meningkatkan outputnya demi memenuhi kebutuhan pasar, asumsi agregat
demand, sehingga perusahaan akan berupaya meningkatkan sumber daya atau tenaga
kerja demi memenuhi kebutuhan masyarakat, akibatnya pengangguran kian menurun,
karena dianggap dalam jangka pendek nilai nominal yang dibayarkan perusahaaan
kepada tenaga kerja meskipun tetap namun
nilai riil upah yang dibayarfkan tersebut menurun.
Akan tetapi berbeda dengan Indonesia, seperti yang disebutkan
di atas, inflasi terjadi karena menigkatnya biaya produksi, sehingga secara
tidak langsung harga bahan untuk memenuhi output atau permintaan pasar juga
meningkat, sehingga perusahaan akan berupaya menekan biaya produksi guna
efisiensi perusahaan, akibatnya demi menjaga efisiensi tersebut salah satu
langkah yang bisa ditempuh oleh perusahaan adalah mengurangi tenaga kerja dan
mengganti dengan mesin, sehingga biaya yang dianggarkapun juga berkurang, dalam
artian perusahaan harus mengurangi tenaga keranya dengan cara mem PHK. Namun
hal ini tidak dapat diartikan, bahwa di Indonesia hubungan antara inflasi dan
pengangguran adalah positip, sebab dalam kenyataannya di Indonesia tidak ada
hubungan yang pasti antara inflasi dan pengangguran.
Sumber:
http//amriamir.files.wordpress.com/200809inflasi-dan-pengangguran-di-indonesia-1.pdf/, http://article.wn.com/view/2012/05/07/BPS_Jumlah_Pengangguran_Turun_90000_Orang/, http://putrijulaiha.wordpress.com/2011/03/22/hubungan-pengangguran-dan-inflasi-di-indonesia/, Lipsey,
Richard. 1995. Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta : Cipta Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar