Sama-Sama
Sejahtera System (S3 System) disebutkan skema ini merupakan pengembangan dari
skema perputaran uang ala Mavrodi Mondial Moneybox (MMM) atau yang dikenal
arisan Manusia Membantu Manusia (MMM).
Cara kerja dari
S3 System ini hampir menyerupai skema pengumpulan dana MMM dan menjanjikan
pengembalian modal plus bunga 15% pada hari ke 16 setelah investor menyetorkan
atau mendepositkan uang dalam menu Give Funds/Deposit, atau bunga sebesar 30%
dalam satu bulan. Tak hanya itu, sistem S3 ini juga memberi bonus pengembangan
jaringan jika anggota mengajak anggota baru untuk ikut ke dalam sistem
tersebut, seperti skema Multi Level Marketing (MLM).
Salah satu
anggota S3 System yang sudah mengikuti selama satu bulan, Herry Gunawan
mengatakan, sistem ini baru dibuat sekitar satu bulan dan didirikan oleh
Komunitas UGM. Ia mengakui, S3 ini telah menggalang banyak dana dan anggota
yang bergabung. Namun, ia enggan menyebut jumlah anggota dan dana
tersebut. "Pokoknya sudah
banyak," ucapnya.
Skema perputaran
uang ini mewajibkan anggota menyetor minimal Rp 100.000 per harinya, dengan
setoran maksimal yang tak terbatas. Akan tetapi, ia tidak tahu menahu apakah
skema ini dapat terjamin suatu saat nanti. "Ini high gain, high risk”.
Kalau mau berinvestasi di sini, jangan terlalu banyak naruh duitnya," kata
dia.
Sebelumnya,
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan masyarakat, sebelum berinvestasi pada
instrumen baru, tanya dulu pada OJK. Dari hasil tanya-tanya dan minta informasi
seputar produk keuangan, OJK mencatat laporan ada 750 perusahaan investasi
bodong, ciri-cirinya, perusahaan tersebut menawarkan layanan seputar duit tapi
bukan lembaga jasa keuangan.
Skema perputaran
uang ala Mavrodi Mondial Moneybox (MMM) atau di Indonesia dikenal dengan arisan
Manusia Membantu Manusia, tampaknya
mulai goyah. Sejumlah partisipan mengeluhkan perputaran dana di sistem MMM itu
mulai macet.
Salah satunya
dikeluhkan oleh Ama, partisipan MMM asal Kota Cirebon, Jawa Barat. Pria yang
menolak menyebutkan nama lengkapnya ini mengaku sudah tidak menerima kiriman
dana/bantuan alias Get Help dalam tempo lebih dari sebulan. Padahal, ia sudah mentransfer dana atau membantu
partisipan lain alias Provide Help pada Juli 2014. "Aturan mainnya, jarak
antara waktu melakukan Provide Help dan menerima Get Help tidak pernah lebih
dari waktu sebulan," tuturnya.
Sekadar
mengingatkan, dalam skema MMM, setiap partisipan yang melakukan Provide Help
dijanjikan mendapatkan kembali seluruh dananya.
Plus, 30% dari jumlah Provide Help yang dikirimkannya.
Ama bercerita,
awal bergabung dengan MMM, ia hanya butuh waktu 30 hari untuk mendapatkan
kembali uangnya. Lantaran selalu berjalan mulus dan jumlah dananya tumbuh
cepat, ia mengajak 17 anggota keluarganya. Sayang, hingga kini, dana PH yang
disetor 18 partisipan ini tidak kunjung kembali. "Total Rp 135 juta dana
milik kelompok kami yang nyangkut," tuturnya.
Ama juga mencium
gelagat MMM yang semakin mencurigakan. Misalnya, sistem MMM memerintahkan
partisipan melakukan Provide Help massal
senilai Rp 100.000. Partisipan yang sudah balik modal (BEP) pun diminta
membatalkan Get Help. Bahkan, partisipan level manajer 10 (memiliki downliner
10 orang) wajib melakukan Provide Help senilai Rp 1 juta per bulan, dan manajer
1.000 wajib menyetor Provide Help senilai Rp 5 juta per bulan. Lantaran mencium
gelagat tak baik, Ama berinisiatif membentuk forum partisipan MMM. Fungsinya,
mempermudah komunikasi antara partisipan MMM yang bernasib serupa. "Juga
berfungsi sebagai wadah jika partisipan ingin membawa kasus mereka ke ranah
hukum," ujarnya.
Dedi Erlangga,
nasabah MMM Indonesia asal Kalimantan Tengah juga mengeluhkan kesulitan
mendapat Get Help hingga kini. Padahal, pria yang berada di posisi manajer
1.000 ini sudah melakukan Provide Help sebesar Rp 7,5 juta.
Pria yang sudah bergabung
dengan MMM selama delapan bulan ini bercerita, sebelumnya, sistem MMM memberi
tahu kepada setiap partisipan bahwa transaksi Provide Help dan Get Help akan
non aktif pada H-3 sampai H+3. Nyatanya
pasca H+3, partisipan MMM yang telah Provide Help sebelum Lebaran tidak kunjung
mendapatkan Get Help.
Untuk membahas
persoalan ini, Dedi dan para manajer 1000 lainnya telah bertemu dengan pendiri (founder) dan pengelola MMM
pada 22 Agustus 2014 di Semarang. Namun, belum ada langkah konkret yang
dijanjikan founder. Founder hanya meminta partisipan tidak terpancing isu-isu
negatif dan tetap tenang. "Makanya, saat ini, saya memutuskan untuk
menunggu informasi dari founder saja," cetus Dedi.
Dari kasus ini
dapat kita lihat, pada awalnya investasi tersebut tidak ada yang “salah” karena
perusahaan-perusahaan ini ingin membangun rasa percaya para investornya terlebih
dahulu agar ingin ber-investasi pada mereka. Namun setelah beberapa bulan para
investor bergabung ke-anehan mulai terjadi. Seperti yang di alami Erlangga, ia
telah memberi Provide Help sebesar Rp. 7,5 juta namun kesulitan untuk mendapat
Get Help.
Penipuan
berkedok investasi biasanya punya 2 bentuk, yaitu:
1. Skema Ponzi, diberi nama sesuai penciptaya yaitu
Charles Ponzi yang di tahun 1920-an menjanjika bagi hasil pasti sejumlah 50%
kepada investor di US. Tapi sebetulnya uang yang dia terima dari investasi yang
belakngan di bayarkan sebagai dividen kepada investor sebelumya. Skema ini akan
bubar bila si Ponzi tidak lagi mampu mencari investor baru.
2. Skema Piramid, hamper sama dengan skema ponzi
hanya saja yang mencari investor baru adalah investor saat ini. Si investor
yang berhasil memasukkan investor baru akan mendapat dividen dan juga komisi.
Bentuknya mirip dengan Multi-Level Marketing, arisan berantai, dan system waralaba palsu.
Berikut cara
pencegahan agar kita tidak mudah terjebak kasus investasi bodong.
1. Kenali ciri-cirinya, biasanya keuntungan yang
ditawarkan sangat tinggi (tidak masuk akal) atau dalam jumlah yang pasti. Atau
ada jaminan hasil investasi bahkan 100% buyback guarantee (investasi tidak
boleh memberikan imbal hasil pasti, kecuali bentuknya tabungan/deposito atau dalam skema pinjaman). Dana masyarakat
tidak dicatat dalam segregated account & ditawarkan dengan konsep MLM atau
tenaga marketing yang sangat agresif.
2. Pastikan bahwa orang/perusahaan yang melakukan
penawaran tersebut telah memiliki izin sesuai dengan peruntukkannya dari salah
satu lembaga yang berwenang, seperti:
a.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) & Kementrian
Keungan.
b.
Bank Indonesia (BI).
c.
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
(Bappepti) & Kementrian Perdagangan.
3. Gunakan Rule Of 72 sebelum memutuskan apakah
tawaran investasi ini betul atau penipuan.
-SEMOGA BERMANFAAT-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar