Budaya
modifikasi di Indonesia sekarang sangatlah berkembang dan cukup banyak
peminatnya. Dengan ke-kreatifitasan masyarakat Indonesia yang tinggi, banyak
hasil modifikasi yang menarik untuk dilihat. Belakangan ini ada satu jenis
modifikasi yang digandrungi banyak orang di Indonesia, yaitu modifikasi yang
beraliran Café Racer. Modifikasi ini tak hanya di minati usia tua, bahkan usia
muda-pun banyak yang menyukai aliran modifikasi ini.
Café Racer
adalah sepeda motor ringan bertenaga ringan dioptimalkan untuk kecepatan dan handling
daripada kenyamanan dan untuk perjalanan cepat jarak pendek. Dengan bodywork dan
tata letak kontrol mengikuti dari Grand Prix road racing motorcycles awal
1960-an, Cafe Racer yang terkenal karena minimalis, menampilkan setang rendah, single-sit
yang berarti satu penumpang dengan kursi belakang yang menonjol, dan tangki
bahan bakar memanjang dan sering grip lutut menjorok di tangki bahan bakar.
Nah berikut ini saya akan menceritakan sejarah tentang Café Racer.
Pertama, kita
kembali ke tahun-tahun setelah PD I dimana Inggris telah melewati perang dan
suasana kembali normal. Saat itu jalur lalu lintas di Inggris lebih banyak diisi
oleh mobil dan sepeda motor, “Kereta tanpa kuda dan sepeda bermesin” tidak lagi
dianggap tren baru semata. Dengan naiknya angka lalu lintas maka diciptakan
sistem jalan baru di Inggris. Jalan-jalan lama tidak sanggup lagi menampung
jumlah mobil dan sepeda motor yang terus meningkat akhirnya di-upgrade dan
ditambahkan jalan-jalan baru.
Dengan kembali
normalnya industri di Inggris, bisnis pengangkutan dan transportasi tumbuh
dengan pesat bersama jalan-jalan baru yang disebut motorways. Bersama industri
ini, bermunculanlah cafe-cafe , SPBU, dan tempat-tempat istirahat di sisi jalan
yang dikunjungi oleh supir truk dan motoris yang ingin rehat sejenak dalam
perjalanannya.
Motorways baru
ini membuat para pengantar barang keluar dari jalan-jalan utama dan melintasi
Inggris ke kota-kota seperti Manchester dan Birmingham di utara. Motorways di
masa ini tidak bisa dibandingkan dengan jalan raya seperti di jaman sekarang.
Bentuknya kecil dan sempit, sebagian malah hanya jalan tanah atau jalan setapak
yang diperlebar dan diratakan lalu dipasangi rambu-rambu. Tikungan tajam, lajur
yang sempit, dan kumpulan ternak yang menyebrang begitu saja, membuat rute-rute
ini tidak memungkinkan dilalui dengan kecepatan tinggi. Selain itu, kendaraan
pada masa ini juga masih termasuk primitif dibandingkan dengan angkutan jaman
sekarang. Beberapa truk kecil hanya dapat melaju dengan kecepatan maksimum 30
mph. Jadi wajar jika para pekerja angkut ini sering berhenti dalam perjalanan
mereka. Setiap beberapa mil sepanjang rute yang ditempuh biasanya banyak
ditemui tempat pemberhentian. Sebagian besar tempat pemberhentian tersebut
merupakan persimpangan menuju kota dan desa yang lebih kecil. Hampir tiap
pemberhentian seperti ini dapat ditemukan sebuah café.
Selama
bertahun-tahun cafe-cafe dan restaurant ini hanya buka siang hari selama jam
kerja. Mereka melayani pengunjung-pengunjung dengan makanan hangat dan
secangkir teh panas. Beberapa pemilik café mungkin saja mengulur waktu tutupnya
satu atau dua jam untuk mendapatkan pelanggan lebih, tapi tidak ada maksud
untuk menjadikannya pusat sosial atau tempat nongkrong. Cafe-café ini hanya
sekedar tempat istirahat yang sederhana sepanjang sistem jalan raya baru
Inggris.
Faktor penting berikutnya dalam munculnya Cafe racer dan Rocker yaitu bangkitnya Youth Culture, walaupun sebelum PD II, pemahaman mengenai konsep ini masih lemah. Di awal tahun ‘30an, Inggris keluar dari krisis dan para pemudanya telah bekerja kembali. Dengan pekerjaan yang layak, para pemuda ini memiliki uang lebih. Ditambah dengan cukup tingginya angka suplai motor tua, maka hasilnya: dalam waktu singkat para pemuda memenuhi jalanan dengan sepeda motornya. Sebagian sekedar jalan-jalan sore bersama pacarnya, yang lainnya hanya sebatas ingin berkendara dengan tujuan rekreasional.
Seiring
bangkitnya Inggris pasca perang, lusinan perusahaan menawarkan berbagai jenis
sepeda motor dan part-part-nya. Maka balap motor pun kembali populer. Tidak
puas dengan motor standar, maka para pemuda ini mengganti part-partnya dengan
yang lebih advance, yang mereka lihat di event-event balap. Bahkan sebagian
dari mereka membuat special home made part.
Namun semua
ini mendadak terhenti di akhir tahun 30-an, para pemuda ini harus melepas jaket
kulitnya dan mengenakan seragam tentara seiring dengan berperangnya Inggris
melawan Jerman. Selama PD II pemerintah Inggris mengambil kendali industri
sepeda motor untuk kebutuhan perang. Dengan berakhirnya produksi sepeda motor,
maka dunia balap dan penggemar sepeda motor pun turut padam. Setelah perang
berakhir, dibutuhkan 7 atau delapan tahun untuk kehidupan rakyat Inggris
menjadi normal kembali, namun semuanya tak sama lagi seperti sebelumnya.
Beberapa hal
terjadi pada awal 50-an dimana semuanya berpadu membangkitkan lagi era cafe
racer. Para pemuda di Inggris kembali bekerja dan mempunyai uang lebih.
Industri sepeda motor Inggris pun mencapai masa jayanya, dengan banyak
dibuatnya sepeda motor hebat seperti Norton Dominator, BSA Gold Star, Triumph
Tiger 110 dan Velocette Venom. Sepeda motor ini bukan hanya banyak digunakan
dalam balapan di seluruh Inggris, tapi juga banyak dijual di dealer setiap
kota. Dan jika anda tidak bisa memperoleh model yang anda sukai, anda bisa
mengganti tangki dan spakbornya dan membuatnya lebih oke dengan aksesoris yang
anda lihat di The Isle of Man TT atau Silverstone. Dengan berakhirnya perang,
maka pemuda dan sepeda motor kembali bergabung.
Mungkin yang
menjadi faktor utama dalam terbentuknya kultur Cafe racer atau Rocker adalah
booming-nya Youth Culture dan ‘anti-heros’ barunya pada tahun '50-an. Pada saat
itu sedang gencarnya vokal Eddie Cochran, Elvis Presley dan Gene Vincent
mengalun di radio-radio. Rock-n-Roll telah menjadi ancaman baru bagi
masyarakat. Marlon Brando dan rebels lainnya menyemarakkan layar perak dengan
jaket kulitnya. Dalam waktu singkat, semua ini membuat sepeda motor dengan
lifestyle-nya yang khas dipandang 'keren', dan tentu saja angka penjualannya
jadi meningkat. Kemudian barang-barang seperti stang jepit, tangki fiber, bodi
belakang, dan knalpot swept-back menjadi perlengkapan standar bagi rider, dan
bagi supplier barang-barang tersebut menjadi bisnis besar.
Setelah
booming Youth Culture, tetap belum ada tempat yang benar-benar mereka pakai
untuk kongkow sampai mereka menemukan cafe-cafe di tempat perhentian tersebut
sangat cocok. Maka kemudian cafe-cafe sepanjang North and South Circular road
buka lebih lama untuk mengakomodasi para motoris dan pacarnya ini. Cafe-cafe
ini menjadi pusat sosial dari budaya baru ini. Kelompok yang sering datang ke
sebuah café akan menjadikannya tempat kongkow permanen. Kadang antar kelompok
ini balapan dari satu café ke café lain dengan kecepatan diatas 100 mph
(karenanya muncul istilah ‘ton-up’ . Kegiatan tersebut, terlebih dilakukan saat
tengah malam ditambah dengan kesan nakal dari jaket kulit, nampaknya memberikan
para pemuda ini reputasi buruk di mata Pers Inggris, polisi dan bahkan lucunya
Industri sepeda motor Inggris. Dari itu semua, sebuah Youth Culture baru telah
lahir.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar